Translate

Senin, 18 Juni 2012

Psikologi Pesan Komunikasi

psikologi pesan komunikasi
Psikologi Pesan 
 Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistic. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan dengan bahasa, misalnya dengan isyarat; ini kita sebut pesan ekstralinguistik. Kita akan membicarakan pesan linguistic dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna dan teori general sematic dari Korzyski yang menganalisa proses penyandian (encoding). Pesan paralinguistic dan pesan ekstralinguistik akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut saja pesan nonverbal.

Pesan Linguistik
Apakah bahasa itu? Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa: fungsional dan formal.
`Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan” (socially shared means for exspressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok social untuk menggunakannya. Kata-kata, seperti kita ketahui, diberi arti secara arbitner (semaunnya) oleh klompok-kelompok social.
Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti. Kalimat dalam bahasa dengan tata bahasa, bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

Inggris              : Di mana dapat saya menukar beberapa uang?
Where can I change some money?

Prancis             : Di mana dapat saya menukar dari uang itu?
Ou puis-je change de I’argent?

Jerman             : Di mana dapat saya Sesuatu uang menukar?

Wo kann ich etwasGeld wechseln?
Spanyol            : Di mana dapat menukar uang?
Donde puedo cambiar dinero?

Tata bahasa meliputi tiga unsure: fonologi, sintaksis, dan sematik. Menurut George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Misalnya, kita harus sanggup membedakan bunyi “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua, kita harus memiliki pengetahuan sintaksis tentang cara pembentukan kalimat. Misalnyadalam bahasa inggris kita harus menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata. Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan. Akkhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam system kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.
Tiga tahap pertama khusus dibicarakan oleh ahli-ahli bahasa. Pada dua tahap terakhirlah psikolog menaruh perhatiannya. Psikolinguis menelaah peranan konsep dan kepercayaan dalam menggunakan dan memahami pesan.

Bahasa dan Proses Berfikir
Orang amerika mengatakan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan “waktu berjalan”, orang spanyol juga mengatakan”el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini berarti ada perbedaan persepsi tentang waktu? Apakah ini menyebabkan orang-orang amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu hilang, sedangkan kita-dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin-memandang hidup lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, karena toh jam hanya berjalan dan tidak berlari?untuk mengatakan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hamper lewat, kita masih berkata,”waktu berjalan cepat”(walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia:
I broke my legs                       Kaki saya patah
O, I burned my finger              oh, jariku terbakar
I missed the bus                       saya ketinggalan bis
I lost may money                     uang saya hilang
Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku adalah diriku sendiri. Kita mengatakan kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka mematahkan kakinya. Saya membakar jariku”. Tetapi begitulah cara mereka menggungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidaklah ini berarti kita cendrung menyalahkan hal-hal di luar diri kita? Kalau kita terlambat, itu salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu yang hilang dari kita. Apakah ini menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya”tenses” dalam bahasa Indonesia menunjukkan kita tidak mempersepsi faktor  waktu seperti persepsi orang-orang Amerika atau Prancis?
Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan berpikir-atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita tentang realitas social. Menurut salah satu teori- Iprinciple of linguistic relativity- bahasa menyebabkan kita memandang realitas social dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan Cassier. Dari sekian nama itu, Whorf yang tampaknya paling menyebut perhatian. Whorf sebetulnya”tersandung” memepelajari linguoistik, padahal ia seorang insinyur dan pengusaha. Kini umumnya orang menyebutkan teoriyang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir ini sebagai teori Whorf  (Whorfian Hyphotesis). Wdward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis.
Bahasa adalah pandu realitas social. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati ilmuanb social, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses social. Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan social seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertenu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya…tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan social yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat, bukan semata-mata dunia tidak sama dengan merek yang berbeda.
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda, pandangan berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.
 Kata-kata dan Makna
Ada beberapa yang secara khusus mengulas makna seperti The Meaning of Meaning dan Understanding Understanding, tetapi isinay menurut Fisher, lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Palto, John Locke, Wittgentein, sampai Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang lebih sering membingungkan dari pada menjelaskan. Mungkin Brodbeck merupakan pengecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak. Perdebatan tidak selesai, sering kali karena orang mengacukan makna ketiga corak tersebut.
Makna yang pertama adalah makna inferensiaal, yakni makna satu kata (lambing) adalah objek. Makna yang kedua menunjukkan arti(significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yaitu makna yang dimaksudkan oleh seorang pemakai lambang.
Pesan Nonverbal
Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersial menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak.
Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
Fungsi Pesan Nonverbal
Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih dip[ergunakan? Apa fungsi peran nonverbal? Mark L.Knapp (1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal) Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah sayamenjelaskan penolakansaya, saya menggelengkan kepala berkali-kali,(2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan denagn mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat, (4) Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata,(5) Aksentuasi- menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar. 
D. Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan
1. Organisasi Pesan
Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan.
Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.
Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan:
1)      attention (perhatian)
2)      need (kebutuhan)
3)      satisfaction (pemuasan)
4)      visualization (visualisasi)
5)      action (tindakan)
jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain,rebutlah lebih dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya doronglah dia untuk bertindak.
2. Sturuktur Pesan
Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus.untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekiotar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan peneliotian tersebut sebagai berikut:
Ø  Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.
Ø  Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan \harga diri. Mengubah posisi akan  membuat orang kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
Ø  Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.
Ø   Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya.
Ø    Urutan pro-kon  efektif fari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
Ø  Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
Imbauan Pesan (Message Appeals)
Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional.
Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.
Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate
Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang mereka perlukan atau yan mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.